Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Prilaku Masyarakat
A. Pendahuluan
Situasi sosial politik di suatu negara baik yang
positif maupun negatif, tidaklah bisa dilepaskan dari pengaruh berbagai gejolak
yang terjadi di tingkat global ditentukan oleh citra diri dan identitas bangsa
itu sendiri yang mana masing-masing bangsa di dunia sudah pasti memiliki citra
diri dan identitas masing-masing sehingga setiap pengaruh global yang diterima setiap
bangsa dan negarapun akan berbeda.
Era globalisasi yang diboncengi neolibralisme dan modernisasi menuju diiringi revolusi IPTEK. Dimana manusia akan terus
akan mengalami revolusi tour ti (technologi,telekomunication,transportation,tourism)yang memiliki globalizing
force yang dominan sehingga batas
antar daerah dan antar negara semakin kabul, yang mengakibatkan dunia tanpa batas
yang menganut aliran kebebasan, kebebasan nerkreatifitas, kebebasan
berpendapat, dan kebebasan berkreatifitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan
berekpresi. Seperti contoh bila kita duduk di satu kursi dan berkomunikasi
dengan orang di tempat yang paling jauh ditempat diluar sana, maka kemajuan tehnologi informasi dan telekomonikasi
mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak langsung dapat
mempengaruhi tantangan budaya masyarakat khususnya I ndonesia.
Hal ini sangatlah berbahaya bila kita tidak memfilter
serta membedakan mana budaya asing yang dapat diserap dan mana yang tidak. Jika
kita melihat kondisi riil masyaratIndonesia sekarang ini, ternyata daya serap
masyarakat terhadap budaya global lebih cepat dibanding daya serapnya terhadap
budaya lokal. Bukti nyata dari pengaruh globalisasi itu, antara lain dapat
disaksikan dari gaya berpakaian, dan gaya berbahasa masyarakat Indonesia,
khususnya generasi muda yang sudah berubah yang kesemuanya itu diperoleh karena
kemajuan tehnologi iformatika dan komunikasi khususnya pada media masa.
Globalisasi media dengan segala nilai yang dibawanya seperti lewat televisi,
radio, majalah, koran, buku, film, VCD, HP, dan kini lewat internet sedikit
banyak akan berdampak pada budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia.
B.
Konsep Budaya dan Globalisasi Budaya
Dalam pranata Wikipedia, didapatkan arti dari pada budaya sebagai berikut: ” budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan dengan hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia”. Sedangkan para ahli mengemukakan
pendapatnya masing-masing mengenai budaya. Menurut Edwar B. Taylor: ”
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,yang didalamnya mengandung
kepercayaan,kesenian ,moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan
lain yang didapat seorang sebagai anggota masyarakat ”. Sementara itu Selo Soemardjan dan Seelaiman Soemardi ,
menurut mereka ” kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat”. Dalam definisi globalisasi menurut beberapa ahli, salah satunya adalah Jan Aart Scholte mengatakan globalisasi adalah: ”serangkaian proses
dimana relasi sosial menjadi relatif terlepas dari wilayah geografis”.
Sementara bila mana menilik definisi budaya diatas, maka bisa diartikan bahwa globalisasi
budaya adalah : ”serangkaian proses dimana relasi akal dan budi manusia relatif
terlepas dari wilayah geografis”.
Hal ini memunculkan jalinan situasi yang integratif
antara akal dan budi manusia disuatu belahan bumi yang satu dengan yang
lainnya. Sementara itu dalam pandangan hiperglobalis mereka berpendapat tentang
definisi globalisasi budaya adalah: “homogenization of the wold under the uauspices of American popular
culture or Western consumerism in general “. Ini berarti bahwa globalisasi
budaya adalah proses homogenisasi dunia dibawah bantuan budaya popular Amerika
atau paham komsumsi budaya barat pada umumnya.
Definisi hiperglobalis tersebut, jika bisa disamakan
dengan keanekaragaman istilah globalisasi pada umumnya, yang salah satunya
adalah Westernisasi. Dimana ada
penyebaran budaya barat terutama kebudayaan Amerika. Namun, jika dilihat lebih
lanjut, definisi dari hiperglobalis tidak bisa terlepas dari pada sifat-sifat
yang cenderumg mengandung pikiran ekonomi,berorientasi ekonomi.
Hal itu jelas dapat dilihat dan dinilai dari penekanan paham konsumsi terhadap budaya Barat pada umumnya. Jadi bisa juga diartikan bahwa, budaya barat adalah
budaya yang diperjualbelikan, sementara masyarakat dunia pada umumnya adalah
konsumen yang menikmati. Sehingga munculah kondisi dimana istilah Westernisasi
digunaklan sebagai simbolis terhadap sifat konsumerisme tersebut. Baik itu
konsumsi terhadap bentuk pemerintahan atau sistim politik, mekanisme pasar atau
paham ekonomi , bahkan hingga bentuk celana jeans atau kebudayaan.
C.
Peran Media Masa
Peran media masa dalam kehidupan sosial, terutama dalam
kehidupan modern tidak ada yang menyangkal, menurut Mc Quail dalam bukunya Mass
Communication Theories(2000 : 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran
media.
Pertama, melihat media masa sebagai window on event and experriece. Media dipandang sebagai
jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi disana. Atau media merupakan sarana belajar untuk
mengetahui berbagai peristiwa.
Kedua, media juga sering dianggap a
mirror of event in society and the word
implying a faithful reflection.
Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia yang merefleksikan
apa adanya. Karenanya para pengelola sering merasa tidak “bersalah” jika isi
media penuh dengan kekerasan , konflik, pornografi, dan berbagai keburukan
lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas
dari suka atau tidak suka. Padahal
sesungguhnya, angle, arahframing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para
professional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahwi apa
yang mereka inginkan.
Ketiga, memandang media masa sebagai filter, sebagai
guide atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi
perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya.
Disini khalayak “dipilihkan“ oleh media tentang apa-apa yang layak diketahwi
dan mendapat perhatian.
Keempat, media masa acapkali juga
dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan atau menunjukkan arah
atas berbagai ketidakpastian , atau alternative yang beragam.
Kelima, melihat media sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi danide-ide kepada khalayak, sehingga
memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
Keenam, media masa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu
lalangnya informasi, tetapi juga parthner komunikasi yang memungkinkan
terjadinya komunikasi interaktif.
Pendeknya
semua ini ingin menunjukkan, peran media dalam kehidupan sosial bukan sekedar sarana divercion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi
dan informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam kehidupan
sosial. Isi media masa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa
yang ada di media masa akan mempengaruhi realitas subyektif pelaku interaksi sossial. Gambaran tentang
realitas yang dibentuk oleh isi media masa inilah yang nantinya mendasari
respond an sikap terhadap berbagai objek social. Informasi yang salah dari
media masa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap obyek sosial itu.
Karenanya media masa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas
informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media masa.
D.
Dampak
Globalisasi Media Terhadap Budaya dan Prilaku Masyarakat Indonesia
Bertolak
dari besarnya peran media massa dalam mempengaruhi pemikiran khayalaknya,
tentulah perkembangan media massa di Indonesia pada masa yang akan datang harus
dipikirkan lagi. Apalagi menghadapi globalisasi media massa yang tak terelakan
lagi.
Globalisasi
media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya
sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional
menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik - titik
tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh
bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan benar adanya ancaman,
serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai – nilai luhur dalam paham
kebangsaan.
Imbasnya adlah munculnya
majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar ,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good Housekeeping ,Trax, dan sebagainya. Begitu juga
membanjirnya program tayangan dan produk tanpa dapat dibendung.Sehingga
bagaimana bagi negara berkembang seperti Indonesia menyikapi penomena
traspormasi media terhadap prilaku masyarakat dan budaya lokal,karena
globalisasi media dengan segala yang dibawanya seperti lewat televisi, radio,
majalah, koran, buku film, vcd, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan
berdampak pada kehidupan masyarakat.
Saat ini masyarakat
sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai produk poernografi berupa
tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, rasio, dan terutama
adalah peredaran bebas VCD.Baik yang datang dari uar negeri maupun yang
diproduksi sendiri. Walaupun media pernografi bukan barang baru bagi Indonesia,
namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing
menganggap Indonesia sebagai ”surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapat
produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang
muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak
bertanggung jawab, untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka
menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga Negara dan tidak
dikenakan penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam pasal 5 ayat 1
Undang-undang pers No 40 tahun 1999itu sendiri, mencantumkan bahwa: ”pers
berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam media audio
visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik mengatur pornografi yaitu
Undang-undang perfilman dan Undang-undang Penyiaran. Dalam Undang-undang
perflman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa : ”setiap film dan reklame film yang
akan diedarkan atau dipertujuklkan di Indonesia, wajib sensor terlebih dahulu”.
Pasal 19 dari UU ini menyatakan bahwa : ”LSF (Lembaga Sensor Film)harus menolak
sebuah film yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam tayang”. Dalam UU
Penyiaran pasal 36 ayat 6 dinyatakan bahwa: ” isi siaran televisi dan radio
dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan dilarang merendahkan, melecehkan
dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia ”.
Menurut Afdjani (2007
bahwa: Globalisasi pada hakikatnya ternyata telah membawa nuansa budaya dan
nilai yang mempengaruhi selera dan gaya hidup masyarakat. Melalui media yang
kian terbuka dan kian terjangkau, masyarakat menerima berbagai informasi
tenteng peradaban baru yang datang dari seluruh penjuru dunia. Padahal, kita
menyadari belum semua warga degara mampu menilai sampai dimana kita sebagai
bangsa berada. Begitulah, misalnya banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat
asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi
dimana sekarang wanita–wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari
Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim,yang kemudian ditiru
habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau di tempat publik sangat
mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim dan mengumbar
aurat.Dimana budaya itu sangat bertentangan dengan dengan norma yang ada di
Indonesia.Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini.
Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Di sini pemerintah
dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat perkembangan kehidupan masyarakat
Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu melarang berbagai sepak terjang
masyarakat yabg berperilaku yang tidak semestinya. Misalnya ketika Presiden
Susilo Bambang Yudoyono menyarankan agar televisi tidak merayakan goyang erotis
denga puser atau perut kelihatan. Ternyata dampaknya cukup terasa, banyak
televisi yang tidak menayangkan artis yang berpakaian minim
E.
Antisipasi Strategis Menanggulagi Dampak Negatif
Globalisasi Budaya
Ketidakberdayaan tradisi
dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya tidak boleh dibiarkan
begitu saja .Upaya-upaya pembakuan dan modernisasi yang mengarah pada proses
pembunuhan tradisi harus dilawan, karena itu berarti pelenyapan atas sumber
lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal.
Upaya-upaya pembangunan
jati diri bangsa Indonesia, termasuk didalamnya penghargaan nilai budaya dan
bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan cinta tanah air yang
dirasakan semakin memudar dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Dalam
kenyataannya didalam struktur masyarakat terjadi ketimpangan sosial, baik
dilihat dari status maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan sosial yang semakin
melebar itu menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal yang lebih
sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan sementara itu budaya
global lebih mudah merasuk.
Dalam kasus Globalisasi
Media, sekarang di Indonesia bermunculan lembaga-lembaga media watch yang keras sebai pers sebagai jawaban terhadap kian maraknya
terhadap penerbitan yang tidak memperhitungkan masalah etika dan kode etik.
Dimana melalui media massapun, kita dapat membangun media
publik, karena media mempunyai kekuatan mengkonstruksi masyarakat. Misalnya
melalui pemberitaan tentang dampak negatif pornografi. Komentar para ahli dan
tokoh-tokoh masyarakat yang anti pornogrfi dan anti media pornografi serta
tulisan-tulisan, gambar dan surat pembaca yang berisikan realitas yang dihadapi masyarakat dengan maraknya pornografi, maka media dapat
dengan cepat mengkontruksikan masyarakat secara luas karena jangkauannya jauh.
Dalam masyarakat terutama
di daerah pedesaan , dikenal adanya opinion leader atau pembuka pendapat atau tokoh masyarakat. Mereka mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam cita-cita
tertentu. Menurut Rogers (1983): ”pemuka pendapat memainkan peranan penting
dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim, para pemuka
pendapat berperan menyampaikan pesan-pesan, ide-ide
dan informasi-informasi baru kepada masyarakat”. Melalui pemuka pendapat seperti
tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang bahaya media
pornografi dapat disampaikan.
Tapi yang lebih penting
lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam menerapkan hukum baik Undang-Undang
Pers, Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang Penyiaran secara tegas dan
konsisten disamping tentu saja partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama
mencegah dampak buruk dari globalisasi media yang kalau dibiarkan bisa
menghancurkan negeri ini.
Kemudian hal yang tidak
kalah pentingnya dalam menghadapi globalisasi budaya adalah nilai-nilai
kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan, tetapi dapat
bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa
globalisasi. Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia,
lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi dari
filosofi lokal yang dimiliki Indonesia, misalnya di Bali yang dikenal dengan
”Tri Hita Karana”, yang mengajarkan pada masyarakat Bali, bagaimana harus
bersikap dan berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan,
keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan
manusia, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan hidup.
Oleh karena itu
globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan
budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan
sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan
pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui
penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib dan sepenanggungan
diantara warga sehingga perlu dilakukan revitalisasi budaya daerah dan
perkuatan budaya daerah.
F.
Penutup
Dari uraian dan penjelasan
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak globalisasi kenyataannya sangat
berpengaruh terhadap prilaku dan budaya masyarakat Indonesia dimana fenomena peng- globalan dunia harus disikapi dengan
arif dan positif thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan
bermanfaatbagi kemajuan. Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era
keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan
merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu
berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahwan dan teknologi. Akan tetapi perlu
kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan tehnologi informatka dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai
pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal.Jati diri daerah harus terus
tertanam dijiwa masyarskat Indonesia, serta harus terus, meningkatkan
nilai-nilai keagamaaan.
Comments
Post a Comment